Senin, 25 April 2011

Tak setuju UU Perumahan, silahkan Judicial Review

Senin, 25 April 2011 | 13:45  oleh Dani Prasetya
UU PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN
DPR: Tak setuju UU Perumahan, silahkan judicial review

JAKARTA. Komisi V DPR mempersilakan pihak yang tidak setuju dengan isi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). DPR menilai, undang-undang tersebut sudah mempertinbangkan secara komprehensif berbagai pemikiran dan masukan.

Anggota Komisi V DPR Abdul Hakim bersikukuh semua materi dan ketentuan dalam undang-undang itu sudah sesuai dengan norma yang berlaku. "Norma atau ketentuan mana yang tidak disetujui? Jika memang ada, judicial review saja ke MK," ujarnya, Senin (25/4).

Undang-undang tersebut itu merupakan amandemen dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Regulasi itu sempat mengalami ganjalan saat menuju pengesahannya pada Januari 2011 karena dinilai tidak mengakomodasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam mendapat akses perumahan.

Ada sekitar tujuh pasal dalam undang-undang yang tidak menjamin pemenuhan perumahan layak bagi MBR. Apalagi, alokasi perumahan layak huni yang dimaksud dalam regulasi itu masih sebatas bagi MBR yang memiliki batasan daya beli.

Pakar Perumahan dan Permukiman dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menjelaskan, definisi MBR masih dikenali secara sangat sederhana melalui istilah layak atau tidak layak oleh bank. Konsep tersebut yang selama ini dikenal memudahkan bisnis perbankan, pengembang, dan pemerintah. "Sama sekali tidak akan mampu menjangkau kebutuhan riil perumahan rakyat dari kalangan miskin dan tak mampu," tutur dia.

http://nasional.kontan.co.id/v2/read/1303713944/65652/DPR-Tak-setuju-UU-Perumahan-silahkan-judicial-review


Revitalisasi Perumnas tak jelas


Kebijakan sistem penyediaan perumahan tak tertata baik

OLEH SITI NURAISYAH DEWI

JAKARTA Pemerintah dinilai belum memiliki sikap dan arah kebijakan yang tegas untuk mendukung revitalisasi Perum Perumnas sebagai National Housing and Urban Development Corporation (NHUDC).
.
Pengamat perumahan dan permukiman dari Institut Teknologi Bandung Jehansyah Siregar mengatakan ketidakjelasan sikap pemerintah menyebabkan kebijakan perumahan dan perkotaan semakin kehilangan arah.
.
"Kalau kami perhatikan di negara maju, masalah perumahannya dikembangkan dalam pendekatan korporasi misalnya The Housing and Development Board Singapura, Urban Renaissance Jepang," tutur Jehansyah kepada pers, beberapa waktu lalu.
Menurut Jehansyah, masalah yang ada sekarang bukan teknis mengenai berapa tower unit rumah yang susun yang dibangun, tetapi mengenai kebijakan sistem penyediaan perumahan {housing delivery system) yang baik.
.
Lebih lanjut, dia menuturkan revitalisasi peran Perumnas sebagai NHUDC adalah peran yang paling logis jika Perumnas diberikan mandat penyelenggaraanhousing delivery system dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan rakyat.
Selain itu. kata Jehansyah, belum ada solusi yang menjanjikan untuk menangani masalah perumahan sangat murah bagi keluarga miskin sebagaimana diinstruksikan Presiden.
.
Penyebabnya adalah belum adanya kebijakan yang mendukung pembentukan lembaga khusus untuk menangani community based housing delivery system dalam rangka pengentasan permukiman kumuh dan ile-gal.
.
Direktur Pemasaran Perum Perumnas Teddy Robinson Siahaan mengatakan perusahaan pelat merah tersebut memang berkeinginan merevitalisasi perannya sebagai badan yang membangun dan bertanggung jawab atas pengadaan perumahan rakyat.
.
"Perumnas ingin mengembalikan tugas pokoknya dan fungsinya terhadap penyelenggaraan perumahan rakyat. Selama ini Perumnas selalu dikaitkan dengan rumah murah, Perumnas sendiri telah tersebar di seluruh Indonesia." kata Teddy saat dihubungi Bisnis, kemarin.
.
Selain itu, menurut Teddy, revitalisasi peran Perumnas ditambah dengan improvisasi menambah cadangan lahan setiap tahun. Setiap membangun pada lahan yang luas, sambungnya, Perumnas selalu menyisihkan sebagai cadangan lahannya.
.
Dia menambahkan cadangan lahan tersebut, nantinya pada 15 tahun hingga 20 tahun lagi akan menjadi emas. Saat ini. Perumnas memiliki cadangan lahan sekitar 2.200 hektare yang tersebar di seluruh Indonesia.
.
Sayangnya, cadangan lahan yang dimiliki oleh Perumnas masih jauh dari cukup untuk kebutuhan yang mencapai 20.000 hektare
.
Penyisihan anggaran
.
Tak heran, perusahaan pelat merah itu sempat mendesak pemerintah menyisihkan dana anggaran pendapatan dan belanja negara untuk keperluan pembebasan tanah bagi opti-malisasi pembangunan rumah sejahtera.
.
Teddy sempat mengeluhkan sulitnya memperoleh tanah dan harga yang terus terkerek naik, sedangkan cadangan lahan dari tahun ke tahun semakin menipis.
.
Padahal idealnya pemanfaatan tanah baru dilakukan 3 hingga 4 tahun setelah pembelian sehingga ada kenaikan harga tanah yang cukup signifikan.
.
"Dana APBN yang dibutuhkan untuk 10.000 rn2 tanah sekitar Rp4 triliun, dengan asumsi tiap m2 tanah dikenakan harga sekitar Rp40.000, dengan kapasitas tanah seluas itu, baru kita bisa punya land bank untuk cadangan 3 hingga 4 tahun ke depan,"ujarnya.
.
Sejauh ini, cara yang dilakukan Perumnas dalam pengadaan lahan di daerah, kata Teddy, Perumnas membeli atau bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.
.
"Paling cepat dan mudah pada pengadaan lahan di daerah dengan bekerja sama dengan pemda yaitu pemda menyediakan tanah. Perumnas yang membangun perumahan murah yang konsumennya sebagian besar pegawai negeri sipil (PNS) setempat dengan harga yang lebih murah," imbuhnya.
.
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat Sri Hartoyo pernah mengatakan sebagai BUMN di bidang perumahan, Perumnas seharusnya berperan lebih optimal dalam merespons program pembangunan rumah murah dengan mengesampingkan keuntungan layaknya pengembang swasta.
.
Menurut dia, pembangunan rumah sangat murah berpotensi tidak dilirik pasar. Karena itu, peran Perumnas dalam program tersebut sangat strategis.
.
Kementerian Perumahan Rakyat menjamin apabila program ini berjalan sesuai dengan target, insentif fiskal dapat diberikan seperti pembebasan PPN dan pembayaran PPh final hanya 1% seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.31/ PMK.03/20U mengingat harga rumah ini di bawah Rp70 juta. (M.ruimisvah@btsnis.co.uH) -

http://202.52.131.11/node/652433


Tidak ada komentar:

Posting Komentar