Kamis, 30 Juni 2011

Pemerintah perlu kaji kebijakan perumahan

Oleh Siti Nuraisyah Dewi

Published On: 29 June 2011


JAKARTA: Pemerhati perumahan menilai pemerintah sebaiknya perlu mengkaji ulang kebijakan dan berbagai pola pengadaan perumahan rakyat guna memastikan tersedianya rumah bagi masyarakat dan mengurangi kekurangan ketersediaan rumah (backlog). Pakar perumahan dan permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) M. Jehansyah Siregar mengatakan pertambahan backlog dari 8,1 juta unit rumah menjadi 13,6 juta unit rumah menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kebijakan, program dan pendekatan perumahan rakyat selama ini tidak efektif memenuhi target rumah untuk rakyat.
.
“Pertambahan backlog ini akan seiring dengan pertambahan permukiman kumuh perkotaan pula. Artinya, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan dan berbagai pola pengadaan perumahan rakyat. Seharusnya, pemerintah mengembangkan sistem penyediaan perumahan publik yang memimpin perumahan komersial, perumahan sosial dan perumahan komunitas,” tutur Jehansyah kepada Bisnis, beberapa waktu lalu. Menurut Jehansyah, pemerintah dapat memfokuskan pengadaan pengadaan di 10 metropolitan dan 30 kota besar di Tanah Air.
.
Salah satu penggagas Housing and Urban Development (HUD) Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan dalam upaya mengatasi backlog, pemerintah sebaiknya menguatkan kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan rakyat. Kedepannya, lanjut Zulfi, pemerintah seharusnya menjadikan 6 lembaga sebagai pilar pembangunan perumahan rakyat yaitu Kementerian Perumahan Rakyat, Perum Perumnas, Bank BTN, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puslitbangkim) dan Bank Pembangunan Daerah.
.
“Selain itu pemerintah perlu duduk bersama dengan para stakeholder perumahan baik di pusat dan daerah guna memfokuskan koordinasi dengan pemerintah daerah,” tutur Zulfi. Dia menuturkan dalam merumuskan kebijakan, pemerintah diharapkan tidak mempunyai kepentingan sesaat terutama dalam pemberian intensif atau stimulant baik fisik maupun non fisik khususnya kepada masyarakat berpendapatan rendah.
.
Lebih lanjut, Zulfi memaparkan diperlukan political will dan good will baik di pusat dan daerah yang berpihak kepada rakyat. Ke depannya, kata dia, khususnya pada tingkat pemerintah pusat, meski yang mengurus sektor perumahan dan kawasan permukiman ada pada Kemenpera, tetapi political will dan good will diharapkan muncul dari kementerian lainnya dengan menanggalkan ego sektoral yang selama ini terjadi.(mmh)

http://www.bisnis.com/infrastruktur/properti/29252-pemerintah-perlu-kaji-kebijakan-perumahan

Rabu, 22 Juni 2011

Peran Perumnas Harus Dioptimalkan




Oleh Eko Adityo Nugroho

JAKARTA - Pemerintah diminta untuk mengoptimalkan peran Perum Perumnas untuk mengatasi kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan tempat tinggal {backlog) yang mencapai 13,6 juta unit.
"Peran Perumnas harus dioptimalkan untuk atasi backlog. Pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan yang bertujuan menunjuk Perumnas untuk bangun rumah umum yang dibutuhkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)," ungkap Ketua Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LPP3D Zulfi Syarif Koto kepada Investor Daily di Jakarta, baru-baru ini.
Kewenangan khusus Perumnas, menurut dia, bisa memacu kinerja perusahaan terkait percepatan penyediaan rumah. Peran Perumnas ini mengacu UU No 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengemban tugas untuk membangun rumah umum {public houses) bagi kalangan MBR. "Perumnas juga harus diberi public service obligation (PSO) untuk menunjang fungsi dan tugas-tugasnya," tambahnya.
.
Melalui PSO, terang dia. Perumnas akan fokus membangun rumah umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sedangkan, pe-ngembang-pengembang swasta akan memiliih pengembangan rumah-rumah komersial yang harganya di atas subsidi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) seharga Rp 80 juta.
.
"Beri kemudahan lainnya bagi Perumnas. Misalnya, perizinan untuk rumah umum dipermudah, bangun prasarana sarana dan utilitasnya seperti jaringan listrik, air, dan jalan. Selain itu, hapus biaya-biaya yang tidak jelas. Sediakan pala lih.innya oleh pemerintah daerah. Dengan begitu, rumah-rumah umum bisa dibangun dengan harga yang semurah mungkin," papar Zulfi.
.
Direktur Pemasaran Perum Perumnas Teddy Robinson sebelumnya mengungkapkan, pihaknya akan mendapatkan dana PSO sebesar Rp 400 miliar dari Rp 1 triliun yang diminta ke pemerintah. Dana yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan rumah sejahtera tapak sebanyak 20.650 unit di seluruh Indonesia tersebut di-harapkan dapat dikucurkan awal semester 11-2011.
.
Perumnas mengajukan dana PSO perumahan kepada pemerintah senilai Rp 1 triliun untuk pengembangan 50.000 ribu unit rumah. Tiap rumah sejahtera tapak yang dibangun memperoleh PSO mencapai Rp 20 juta. "Manajemen Perumnas telah diundang Kementerian Perumahan Rakyat untuk membahas kinerja Perumnas sekaligus mengaplikasikan PSO dari kementerian untuk kesinambungan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah telah menyatakan komitmen untuk mengucurkan dana dari APBN senilai Rp 400 miliar," tuturnya.
.
Masuknya dana PSO pemerintah, menurut dia, bisa menekan harga jual rumah Perumnas, sehingga bisa diakses masyarakat bawah. "Dana ini akan menjadi subsidi selisih harga rumah normal dengan harga rumah yang diinginkan pemerintah. Misalnya, harga jual 10 rumah akan setara dengan harga jual delapan unit rumah," katanya.
.
Public Housing
.
Anggota Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar mengatakan, pemerintah harus memiliki public housing delivery system untuk menyediakan rumah murah bagi masyarakat.
.
Sistem kelembagaan publik ini harus dijalankan oleh pengembang publik yang memiliki kemampuan menyediakan serta mengelola bangunan dan kawasan dalam skala besar.
.
Peran ini tidak bisa dijalankan oleh BPN maupun pengembang swasta. "Di sini peran pemerintah nasional melalui pengembang publik, seperti Perumnas masih cukup besar untuk mewujudkan itu," kata dia. Namun, paparnya, peran Perumnas harus direvitalisasi menjadi National Housing and Urban Development Corporation (NHUDC).

http://bataviase.co.id/node/710741

Sabtu, 04 Juni 2011

Program Rumah Murah Masih Terganjal Lahan

(Kompas, Selasa-31 Mei 2011)
JAKARTA, KOMPAS-Program rumah murah yang dicanangkan pemerintah untuk rakyat berpenghasilan di bawah Rp 2,5 juta per bulan tersendat. Kendala terbesar adalah kepastian lahan dari pemerintah daerah hingga infrastruktur penunjang.
Direktur Utama Perum Perumnas Himawan Arief mengemukakan, pihaknya siap membangun rumah murah sebanyak 16.000 unit seharga Rp 20 juta-Rp 25 juta per unit, serta rumah murah Rp 25 juta-Rp 55 juta per unit tahun 2012.
Meskipun demikian, diperlukan komitmen menyeluruh, baik pemerintah pusat maupun daerah untuk menyediakan kewajiban pelayanan publik dan lahan agar program nasional rumah murah bisa terwujud.
Himawan menambahkan, presiden telah mengarahkan revitalisasi fungsi Perum Perumnas untuk menjadi pelaku utama penyediaan rumah rakyat dan pembangunan perkotaan. Hal itu akan dibahas dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perum Perumnas.
Pengamat Perumahan dari Institut Teknologi Bandung, Jehansyah Siregar menilai, proyek rumah murah tanpa lokasi yang terencana tidak akan mampu mengejar kebutuhan perumahan, terutama di perkotaan. Padahal, urbanisasi di 10 kota metropolitan dan 100 kota besar dan sedang membutuhkan sedikitnya 2 juta rumah per tahun.

Untuk itu, diperlukan pemberdayaan perusahaan negara untuk menjadi lokomotif pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar. Hingga kini, total kekurangan rumah di Indonesia sudah mencapai 8,4 juta unit. Adapun laju kekurangan rumah setiap tahun mencapai 400.000 unit. (LKT)

http://www.reidkijakarta.com/rei/web/?mod=news&do=detail&cat=1&id=508