Rabu, 17 Agustus 2011

Program rumah murah untuk kaum miskin tak realistis

Selasa, 16 Agustus 2011 | 13:45 WIB

JAKARTA: Program pemerintah tentang rumah murah bagi orang miskin atau kerap disebut Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dianggap tidak realistis terkait dengan minimnya intervensi pemerintah terhadap penguasaan tanah dan tidak adanya pengawasan yang ketat tentang hunian berimbang.
.
Peneliti tata kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar mengatakan penguasaan tanah saat ini masih didominasi oleh pengembang swasta terutama dalam skala besar. Selain itu, sambungnya, pengawasan ketat mengenai hunian berimbang dalam satu kawasan tidak dilakukan secara optimal. Dalam hal ini, pengembang diwajibkan membangun satu rumah mewah, tiga rumah skala menengah dan enam rumah murah sehingga biasa dikenal dengan komposisi 1:3:6.
.
"Bukankah pengembang swasta memang memiliki motif mencari keuntungan, sehingga bukan menjadi perhatiannya untuk membangun rumah murah yang tidak menguntungkan?," ujar Jehansyah ketika dikonfirmasi di Jakarta, hari ini.
.
Selain itu, sambungnya, pengembang swasta bisa berkilah dengan prinsip hunian berimbang  dengan memakai komposisi berbeda untuk rumah seharga Rp1,5 milyar --Rp 800 juta--Rp 300 juta rupiah, di mana harga-harga tersebut masih jauh dari jangkauan kelompok MBR. Jehansyah juga mengungkapkan hingga kini tak ada  sanksi yang jelas saat pengembang tidak menerapkan pola hunian berimbang.
.
Dalam pidato kenegaraan hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemerintah menyiapkan program untuk kelompok masyarakat miskin di antaranya adalah rumah murah dan sangat murah, kendaraan umum angkutan murah, air bersih untuk rakyat, listrik murah dan hemat, peningkatan kehidupan nelayan, dan peningkatan kehidupan masyarakat miskin perkotaan.
.
Peneliti Tata Kota  Universitas Trisakti Yayat Supriatna sebelumnya mengatakan pembangunan 1 juta rumah sulit direalisasikan.  Sejumlah hal yang mengakibatkan hal itu adalah tidak adanya kesamaan regulasi antara tingkat pusat dan daerah.
.
“Misalnya soal kepastian lahan dan pembangunan infrastruktur di mana daerah tidak bisa didikte. Regulasi yang mendukung penyediaan perumahan itu sama sekali tidak mendukung,” ujar Yayat di Jakarta. Dia mencontohkan bagaimana pembangunan perumahan sangat terkait dengan pembangunan infrastruktur di sejumlah daerah.
.
Hal tersebut membuat kota-kota besar lebih banyak diprioritaskan oleh pemerintah dan pengembang dalam pembuatan produk hunian. Selain itu, sambungnya, persoalan lainnya adalah mengenai subsidi terhadap masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tidak berjalan maksimal karena lebih banyak digunakan oleh kelompok investor. (sut) 


http://www.bisnis.com/articles/program-rumah-murah-untuk-kaum-miskin-tak-realistis



JEHAN:

Untuk menerapkan program rumah super murah dan murah, pemerintah tidak bisa mengandalkan sistem penyediaan yang ada saat ini, yang hanya bertumpu pada mekanisme perumahan komersial maupun proyek-proyek subsidi yang bersifat karitatif. Dalam iklim demikian, wajar saja jika berbagai kendala menghadang, seperti kesulitan soal pengadaan tanah, infrastruktur, mekanisme pembiayaan yang sesuai dan bahkan kesulitan menghadapi kelompok masyarakat yang menjadi kelompok sasaran.
.
Jika dipaksakan juga maka tetap tidak akan efektif, seperti praktek yang terjadi selama ini. Banyak persoalan baru justru bermunculan, yaitu kelompok sasaran yang meleset, dominasi perumahan komersial, pengembangan kawasan yang tidak terencana dan subsidi yang akan tergerus oleh pasar. Untuk itu pemerintah perlu mengembangkan kapasitas sistem penyediaan perumahan rakyat yang utuh (multi housing delivery system),  meliputi sistem penyediaan perumahan publik yang didukung sistem penyediaan perumahan komunitas.
.
Belajar dari sukses pembangunan perumahan rakyat di mancanegara, kedua sistem ini bertumpu pada lembaga perumahan publik yang otorotatif dan lembaga khusus perumahan swadaya. Berbagai skema seperti penguasaan tanah skala besar, hunian berimbang 1-3-6, konsolidasi tanah, keterpaduan infrastruktur dan fasos-fasum, pemberdayaan jejaring komunitas dan sebagainya, adalah prasyarat dalam penyediaan perumahan murah. Dan ini hanya dapat dijalankan di dalam sistem penyediaan yang komprehensif dan terkendali.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar